Berbicara tentang negara Jepang, hal pertama yang terlintas di benak kita salah satunya adalah Gunung Fuji. Ikon dari Negeri Matahari Terbit tersebut seolah memiliki daya magis tersendiri bagi masyarakat sekitar.
Gunung yang berbentuk kerucut sempurna ini mendapatkan gelar Situs Warisan Dunia dariĀ UNESCO pada 22 Juni 2013 silam. Sebuah penghargaan yang sangat prestisius di dunia.
Gelar sebagai situs warisan dunia membuat semua orang di seluruh dunia mempunyai mimpi dapat menaklukkan gunung dengan ketinggian 3776 Meter tersebut.
Ada pepatah di Jepang yang mengatakan “Semua orang di dunia harus mendaki Gunung Fuji satu kali saja, hanya orang bodoh-lah yang mendakinya sampai dua kali atau lebih.”
Pengalaman ke Gunung Fuji

Dan saya adalah orang bodoh tersebut karena telah sampai ke Top of Mount Fuji 2 kali berturut-turut yakni ketika tahun 2014 dan 2015. Alasan saya mendaki 2 kali karena banyak kendala saat pendakian pertama tahun 2014 yaitu cuaca buruk yang mengakibatkan penampakan sunrise di puncak tak dapat dinikmati.
Mendaki Gunung Fuji Tahun 2014

Pendakian kedua saya ke Gunung Fuji dilakukan ketika liburan musim panas 2015, tepatnya 10 Agustus 2015. Yang harus kamu ketahui adalah bahwa Gunung Fuji hanya dapat didaki ketika musim panas mulai memasuki Jepang yaitu sekitar bulan Juli sampai September.
Selain musim panas, Gunung Fuji tidak dapat didaki karena hampir sebagian besar tertutup salju tebal dan suhu yang mencapai minus puluhan derajat celcius.
Rute Perjalanan ke Gunung Fuji

Bertolak dari Nagoya, saya berangkat bersama 3 teman menggunakan kereta biasa (Futsuu Densha) karena menggunakan jenis tiket Seishun 18 Kippu yang hanya bisa digunakan untuk kereta biasa.
Jadi dapat dipastikan perjalanan dari Nagoya sampai stasiun Fujinomiya (statiun pemberhentian jika ingin ke Gunung Fuji) sangat lama, yaitu sekitar 5 jam.
Memulai Pendakian Gunung Fuji Dari Pos 5 (Fujinomiya Post)

Sampai saat ini, baru 3 titik yang bisa digunakan untuk memulai pendakian ke Gunung Fuji. Pertama adalah Jalur Fujinomiya dan Gotemba di daerah Prefektur Shizuoka, lalu Jalur Yoshida di daerah Prefektur Yamanashi.
Berbekal pengalaman tahun sebelumnya, saya kembali mencoba memulai pendakian melalui Jalur Fujinomiya karena akses yang mudah dan paling dekat dengan tempat tinggal saya di Nagoya.
Persiapan Mendaki Gunung Fuji

Gunung Fuji tidak se-ekstrim gunung-gunung yang ada di Indonesia, hampir semua trek di sana bebatuan dan tanah kering. Tak ada hutan ataupun semak belukar yang menyeramkan. Bahkan kabar terbaru menyebutkan akan dipasang jaringan Wi-fi di sekitar area Gunung Fuji. Keren kan?
Memulai Pendakian ke Gunung Fuji

Dengan persiapan yang hanya membawa kamera, jas hujan, satu tas kecil berisi onigiri, roti, dan 1 botol minuman, saya memulai pendakian bersama para rombongan dari berbagai negara seperti Vietnam, Tiongkok, dan turis asing lainnya.
Hanya sedikit saya lihat pendaki warga asli Jepang. Saya memulai pendakian dari pos 5 yaitu di ketinggian sekitar 2.520 Meter. Setelah mendapat pengumuman bahwa Gunung Fuji aman untuk diarungi, Bada Ashar atau sekitar pukul 15:30 waktu Jepang, dimulailah pendakian dari pos 5.
Sampai di Pos 6 Gunung Fuji

Saya dan teman-teman yang masih segar dan penuh energi sangat bersemangat melakukan pendakian. Sesekali kami bersenda gurau dengan pendaki lain dari berbagai negara serta berkenalan satu sama lain.
Tak terasa pos 6 pun berhasil dilewati hanya dalam waktu kurang dari 30 menit. Akhirnya kami beristirahat sejenak sambil menghangatkan badan dengan sekaleng kopi yang dibeli di mesin penjual kopi.
Kelelahan di Pos 8 Gunung Fuji

Singkat cerita, setelah sekitar 5 jam pendakian, akhirnya sampai di pos 8 pada ketinggian sekitar 3.250 meter. Langit yang mulai gelap dan suhu yang semakin rendah membuat kami sedikit kelelahan.
Apalagi persediaan stok makanan dan minuman yang semakin menipis. Hal yang sama juga dirasakan oleh ratusan pendaki lainnya yang malam itu bertekad mendaki sampai ke puncak dengan harapan dapat menikmati keindahan sunrise di pagi hari nanti.
Akhirnya kami putuskan untuk beristirahat sejenak di pos 8 sembari meregangkan otot-otot kaki agar tidak keram. Di setiap pos memang terdapat fasilitas seperti toilet, yamagoya (ruangan kecil untuk menghangatkan badan) yang dilengkapi Wi-Fi.
Bahkan ada juga mesin penjual minuman yang harganya naik 4x lipat dari harga biasanya. Dengan alasan menghemat pengeluaran, terpaksa kami hanya bisa beristirahat di luar sambil menikmati keindahan kota Tokyo dan sekitarnya dari atas.
Melewati Terjalnya Pos 9 dan Pos 9,5

Dari pos 8 sampai puncak yaitu pos 10 tinggal tersisa 525 meter ketinggian yang harus didaki dan 3 pos yang harus dilewati yaitu pos 9, 9,5 dan 10 di ketinggian 3.776 Meter.
Waktu saat itu sudah melewati pukul 11 malam. Kadar oksigen pun semakin tipis bahkan ada sebagian orang yang menyerah dan menghentikan pendakiannya.
Namun dengan semangat dan keinginan tidak ingin gagal untuk kedua kalinya, saya putuskan untuk melanjutkan pendakian sampai puncak bersama kawan saya.
Perjuangan Mencapai Puncak

Terdengar sahutan silih berganti dari para pendaki “Mou chotto ganbatte kudasai” atau yang artinya “Sedikit lagi tolong semangat” untuk membangkitkan kembali semangat.
Ada juga yang saling membagi makanan dan minuman kepada pendaki lain yang kelelahan agar dapat kembali melanjutkan sampai puncak. Akhirnya pada pukul 3 dinihari alhamdulillah sampailah saya di puncak Gunung Fuji.
Keindahan Sunrise di Gunung Fuji

Sambil menunggu datangnya matahari terbit saya putuskan untuk tidur sejenak karena waktu masih menunjukan pukul 3 dinihari. Alhamdulillah cuaca sangat bersahabat dan tidak ada tanda akan turun hujan atau badai.
Finally, setelah terbangun dari tidur pukul 5:30, pemandangan yang dinanti-nanti pun bisa saya saksikan. Segera saya ambil kamera dan bergegas untuk mengabadikan momen matahari terbit dari atas Gunung Fuji.
Mengabadikan Momen di Gunung Tertinggi di Jepang

“Wow, amazing” ucap salah seorang pendaki asal Inggris yang rela jauh-jauh datang hanya untuk menaklukkan gunung tertinggi di Jepang tersebut.
Juga pendaki lain yang datang dari berbagai penjuru dunia, seolah mereka semua terkesima dengan pemandangan yang mungkin hanya mereka bisa nikmati sekali seumur hidup.
Termasuk saya yang waktu itu memegang kamera sambil mengambil gambar dan merekam suasana di sekitar puncak Gunung Fuji di pagi hari itu.
Membeli Oleh Oleh Khas Gunung Fuji

Cukup lama saya menikmati suasana berada di puncak Gunung Fuji, semangkok udon saya beli untuk menghangatkan tubuh yang semalaman dibekukan oleh suhu yang mencapai 0 derajat celcius.
Sambil menyantap udon saya berbincang dengan pendaki dari berbagai negara. Tak lupa juga membeli sertifikat seharga 300 yen dan sedikit omiyage (oleh-oleh) yang menjadi bukti tertulis bahwa pernah mendaki sampai puncak Gunung Fuji.
Penutup

Itulah pengalaman saya ketika memuncaki Gunung Fuji, sungguh pengalaman luar biasa yang tidak mungkin terlupakan sampai kapanpun. Bila teman-teman juga berencana untuk mencoba pendakian ke Gunung Fuji dan ada hal yang membingungkan, silahkan bertanya kepada saya di kolom komentar.
Keren banget bang story nya
Itu perlengkapan nya seperti carrier dll gimana?
Ada tempat penyewaannya / bawa sendir??
bawa sendiri juga bisa, malah aku pas naik gak pake perlengkapan apa2, cuma jaket tebel doang
Itu td tdur di puncak nya smbil nunggu sunrise nya.tdur dmana???
Bsa bkak tenda ya???